Selasa, 14 Maret 2017

FILSAFAT ILMU PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENJAWAB BERBAGAI KRISIS GLOBALISASI DAN ANTISIPASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN IPTEK

 


FILSAFAT ILMU
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENJAWAB BERBAGAI KRISIS GLOBALISASI DAN ANTISIPASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN IPTEK DEWASA INI


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Suyatno, M.Pd.
                                  Dr. Sugeng Riyadi, M.Pd.  
                  



Oleh:
Isya Maulana Kamal           1609057009
Nurul Rahmah                      1609057020    
Sahrul Umami                       1609057014

Semester 1


PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENJAWAB BERBAGAI KRISIS GLOBALISASI DAN ANTISIPASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN IPTEK DEWASA INI

A.    LatarBelakang
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Di era globalisasi ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial budaya pada suatu bangsa. Akhir-akhir ini, kita tidak  bisa menutup mata terhadap berbagai penyimpangan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Tawuran pelajar, perkelahian antargenk, perilaku seks bebas, gaya hidup tidak beraturan menjadi beberapa contoh kelunturan moral di kalangan generasi muda kita. Di kalangan pejabat, praktik korupsi masih merupakan persoalan yang sangat mengerikan di Indonesia. Masyarakat secara umum pada akhirnya kehilangan rujukan keteladanan, sehingga krisis moral semakin meluas. Globalisasi ini membawa berbagai  perubahan yang menyentuh pada dasar kehidupan manusia. Perubahan tersebut disebabkan oleh pelestarian lingkungan hidup serta perjuangan hak asasi manusia dan penigkatan kualitas hidup serta dapat merusak nilai moral suatu bangsa serta masih banyak yang lainya seperti terorisme global dan multidimensi krisis, yang satu Negara tidak dapat mengatasi sendiri karena untuk melakukan hal tersebut perlu dukungan negara lain. Pendidikan nilai moral merupakan alternatif masalah solusi yang lokal, regional, nasional, dan internasional di alam. Hal itu, telah menjadi isu global di beberapa negara (Indonesia, Malaysia, India, dan Cina) dan memiliki beberapa perbedaan dan persamaan. Hasil perbedaan dari Negara yang  berbeda ideologi. Namun, negara-negara tersebut seperti menekankan nilai moral pendidikan  pada nilai-nilai etika moral, yang terutama pada nilai-nilai yang berkaitan dengan hak asasi manusia yang bersifat universal dan global.
 Konsep pendidikan nilai moral yang diusulkan oleh Kohlberg dan Miller cenderung individualistik. Oleh karena itu, kebutuhan untuk menjadi dilengkapi dengan memperhitungkan paradigma yang diusulkan oleh Capra bahwa manusia hidup dibangun atas dasar pandangan sistemik dan holistic kehidupan, salah satu yang tidak  parsial dan individualistis. Dalam pelaksanaannya, perlu pendekatan yang tepat dan metode yang relevan dan teknik. Pendekatan untuk pendidikan nilai moral termasuk menanamkan,  pemodelan, memfasilitasi, dan pendekatan pengembangan keterampilan, dan metode termasuk dogmatis, metode deduktif, induktif, dan reflektif.

B.     Pembahasan
1.        Perguruan Tinggi
a.         Defenisi Perguruan Tinggi
Menurut Wikipedia (2012), Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
1.    Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh negara.
2.    Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.
Menurut Raillon dalam Syarbaini (2009), perguruan tinggi adalah sebuah alat kontrol masyarakat dengan tetap terpeliharanya kebebasan akademis terutama dari campur tangan penguasa. Perguruan tinggi juga merupakan agen utama pembaharuan dalam kehidupan bernegara, seperti dalam proses pembentukan pemerintah orde baru tahun 1970-an dimana peran nyata yang telah dimainkan kalangan dosen dengan mahasiswa dengan cara-caranya sendiri telah memberikan sumbangan besar bagi pemerintah orde baru.
Menurut Barnet (1992), ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan tinggi:
1.    Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu di ukur dengan tingkat penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang di ukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya.
2.    Perguruan tinggi sebagai lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi ditentukan oleh penampilan/ prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan masukan dan keluaran di hitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/ penghargaan dari hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional), atau jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh lembaganya untuk kegiatan penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam majalah ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer group).
3.    Perguruan tinggi sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian ini perguruan tinggi di anggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput) semakin besar.
4.    Perguruan tinggi sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan. Indikator sukses kelembagaan terletak pada cepatnya pertumbuhan jumlah mahasiswa dan variasi jenis program yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang besar dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi.

b.        Tujuan Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tujuan Pendidikan Tinggi Menurut  PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (PT), Pasal 2, adalah:
1.    Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
2.    Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1990, juga disebutkan tentang tujuan perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut perguruan tinggi memiliki motto yang dikenal “Tri Darma Perguruan Tinggi” yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian.

c.         Jalur Pendidikan Tinggi
Struktur pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari 2 jalur pendidikan, yaitu pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, dan lebih mengutamakan peningkatan mutu serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Pendidikan akademik diselenggarakan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Pendidikan profesional adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu, serta mengutamakan peningkatan kemampuan/ketrampilan kerja atau menekankan pada aplikasi ilmu dan teknologi. Pendidikan profesional ini diselenggarakan oleh akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Pendidikan akademik menghasilkan lulusan yang memperoleh gelar akademik dan diselenggarakan melalui program Sarjana (S1-Strata1) atau program Pasca Sarjana. Program pasca sarjana ini meliputi program Magister dan program Doktor (S-2 dan S-3).
Pendidikan jalur profesional menghasilkan lulusan yang memperoleh sebutan profesional yang diselenggarakan melalui program diploma (D1, D2, D3, D4) atau Spesialis (Sp1, Sp2).
Program pendidikan sarjana dan diploma merupakan program yang dipersiapkan bagi peserta didik untuk menjadi lulusan yang berbekal seperangkat kemampuan yang diperlukan untuk mengawali fungsi pada lingkungan kerja, tanpa harus melalui masa penyesuaian terlalu lama.
Program pendidikan pasca sarjana S-2 (Magister), S-3 (Doktor), dan Spesialis (Sp1, Sp2) merupakan program khusus yang dipersiapkan untuk kegiatan yang bersifat mandiri. Pendidikan S-2 dan S-3 lebih menekankan pada penelitian yang mengacu pada kegiatan inovasi, penelitian dan pengembangan, Sedangkan pendidikan spesialis ditujukan untuk meningkatkan pelayanan bagi pemakai jasa dalam bidang yang bersifat spesifik.

d.        Jenis-jenis Perguruan Tinggi
Jenis-jenis Perguruan Tinggi menurut Wikipedia (2012), yaitu:
a.    Universitas
Perguruan tinggi yang mempunyai program studi beragam dan dikelompokkan dalam fakultas-fakultas. Fakultas-fakultas yang ada itu dibagi lagi ke dalam beragam jurusan dan Akutansi, Manajemen dan Studi Pembangunan.
b.    Institut
Perguruan tinggi yang mempunyai program studi dengan ilmu yang sejenis. Misalnya institut pertanian memiliki program studi pertanian, peternakan dan kehutanan, atau institut teknologi mengajarkan beragam ilmu yang berhubungan dengan teknik.
c.    Sekolah Tinggi
Perguruan tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program profesi sesuai dengan spesialisasinya. Misalnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi memiliki program profesi spesialis ekonomi, atau Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia memiliki jurusan Seni Lukis, Seni Patung, dll.
d.   Akademi dan Politeknik
Institusi pendidikan tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program studi dan lebih menekankan pada keterampilan praktek kerja dan kemampuan untuk mandiri. Lama pendidikan tiga tahun dan tidak memberikan gelar. Hanya saja, di politeknik porsi praktek lebih besar.

2.        Globalisasi
a.         Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah projek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya, agama, politik, teknologi informasi, hukum dan pertahanan keamanan. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·      Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
·      Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·      Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·      Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
·      Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

b.        Sejarah Globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.

c.         Ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
·      Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
·      Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
·      Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
·      Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

d.        Teori Globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoretis yang dapat dilihat, yaitu:
·      Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
·      Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
·      Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
·      Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
·      Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai “seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung”. Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.

e.         Dampak Globalisasi
1)      Dampak globalisasi dalam bidang ekonomi, antara lain:
Globalisasi dan liberalisme pasar telah menawarkan alternatif bagi pencapaian standar hidup yang lebih tinggi. Semakin melebarnya ketimpangan distribusi pendapatan antarnegara-negara kaya dengan negara-negara miskin. Munculnya perusahaan-perusahaan multinasional dan transnasional. Membuka peluang terjadinya penumpukan kekayaan dan monopoli usaha dan kekuasaan politik pada segelintir orang. Munculnya lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, WTO.
2)      Dampak Globalisasi dalam bidang Sosial Budaya:
Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD.

3)      Dampak globalisasi terhadap pendidikan:
·      Semakin mudahnya akses informasi.
·      Globalisasi dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar.
·      Globalisasi akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain.
·      Globalisasi akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.
·      Adanya perubahan struktur dan sistem pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

4)      Dampak Globalisasi dalam bidang Politik
Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan. Para pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi. Timbulnya gelombang demokratisasi (dambaan akan kebebasan).

5)      Dampak globalisasi dalam bidang Hukum Pertahanan dan Keamanan
·      Menguatnya supremasi hukum, demokratisasi dan tuntutan dilaksanakannya HAM
·      Menguatnya regulasi hokum dan pembuatan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan rakyat.
·      Aparat hukum dituntut lebih professional, transparan dan akuntabel.




3.      Teknologi
Yang dimaksud dengan teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan, dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan. Dalam teknologi, kerjasama antara pikiran dengan tangan merupakan alat yang efektif untuk memperoduksi barang. Melalui kerjasama antara pikiran dan tangan, manusia yang tidak lengkap ini mampu bertahan untuk hidup, tidak saja dalam menghadapi binatang buas yang lebih kuat dan secara alamiah lebih diperlengkapi, tetapi juga dalam menghadapi keganasan alam. Untuk mempertahankan diri terhadap binatang buas misalnya, manusia primitive menbuat senjata. Sedangkan untuk mempertahankan diri terhadap perubahan cuaca, mereka membuat baju, tempat tinggal, membuat api, dan lain-lain. Melalui teknologi orang telah mampu memperluas jangkauannya dengan membuat gerobak, kapal, mobil, kapal terbang. Disamping memperkuat dan memperluas jangkauan tangan, teknologi mampu juga menyempurnakan organ-organ tubuh lainnya. Alat-alat optic misalnya, mampu membantu mata melihat benda-benda yang sangat kecil atau yang terletak sangat jauh. Telpon dan radio mampu meningkatkan kemampuan manusia dalam mendengar dan computer dalam berpikir.
Bila dipandang secara keseluruhan maka perkembangan teknologi menunjukan kemajuan yang terus menerus. Pada tahap pertama perkembangan kebudayaan, teknologi baru membantu pekerjaan yang dilakukan dengan tangan manusia. Kemudian dengan digunakannya binatang, roda, dan as, setahap demi setahap tenaga alam mengantikan tenaga manusia. Mesin-mesin makin lama makin disempurnakan dan menjadi lebih kuat sesai dengan adanya perkembangan di bidang tenaga uap, tenaga listrik dan tenaga nuklir. Sejalan dengan perubahan setahap demi setahap dari penggunaan secara langsung tangan manusia pada alat-alat dan mesin maka terjadi pula perubahan dari penggunaan hasil alam secara langsung kepada penggunaan bahan-bahan sintesis hasil teknologi.
Sekarang kemajuan telnologi sudah sampai pada pengembangan otomatisasi. Masalahnya sudah bukan lagi pada peningkatan kemampuan organ-organ tubuh manusia, akan tetapi sudah sampai pada meniru perbuatan manusia sebagai suatu sistem tertutup. Dalam otomatisasi, mesin mengambil alih segala pekerjaan yang tadinya dilakukan manusia.
Kemajuan teknologi ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan individual, sosial, dan kebudayaan. Dengan adanya peningkatan produksi yang tinggi maka berbagai macam kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan lebih baik. Tetapi di lain pihak teknologi cenderung membuat manusia menjadi suatu unit yang abstrak dalam hubungan yang abstrak dari suatu masyarakat dan kebudayaan teknologi. Jadi, inti dari maslah kehidupan modern adalah proses menjadi abstrak, yang dapat melemahkan kehidupan pribadi dan hubungan sosial. Kepribadian kehilangan perasaan aman, dan dalam kehidupan sosial, perasaan setia kawan menjadi berkurang.
Teknologi, pada dasarnya adalah suatu hasil dari proses evaluasi secara teoritis dan ekonomis. Proses evaluasi secara teoritis menghasilkan pengetahuan yang diperlukan tentang alam. Sedangkan proses evaluasi secara ekonomis memungkinkan adanya efisiensi dalam pembuatan banda-benda berdasarkan pengetahuan teoretis. Karena itu, prestasi terbesar dari teknologi adalah dalam lingkungan kehidupan ekonomi, yaitu dalam menghasilkan benda-benda ekonomi. Akan tetapi, tentu saja masalah efisiensi ini juga penting pada benda-benda kebudayaan lainnya.
Teknologi tidaklah hanya menjangkau benda-benda yang bersifat materi saja. Teknologi dapat juga menjangkau ruang lingkup benda-benda nonmateri, seperti konsep, ide, gagasan, cita-cita, norma, dan sebagainya. Dalam ruang lingkup benda-benda non materi, peranan benda-benda instrument seperti isyarat dan symbol sangatlah penting. Bahasa merupakan suatu sistem dari symbol.
Baik pengetahuan filsafat maupun pengetahuam ilmu tidak dapat menjawab seluruh permasalahan manusia dengan tuntas, atau kebenarannya karena berisfat nisbi (relatif). Apabila kita ingin memperoleh jawaban yang tuntas dari segala permasalahan hidup dan kehidupan manusia maka kita harus mengejar jenis pengetahuan yang terakhir, ialah pengetahuan agama, yang memiliki kebenaran yang mutlak (absolut), karena bersumber dari yang Mahamutlak, Mahabenar, Mahabijaksana, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.

4.      Implikasi Peran Perguruan Tinggi
Peran Perguruan Tinggi di Indonesia cukup penting dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan masyarakat dan menjadi pemasok SDM yang dibutuhkan bagi berjalannya roda kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Bahkan konsep pembangunan masyarakat juga lahir dari kalangan terdidik yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Lebih jauh lagi, kepemimpinan intelektual dan politik di negeri ini juga lahir dari Perguruan Tinggi. Bagi Indonesia yang telah memasuki fase demokratisasi yang ditandai dengan adanya kebijakan desentralisasi, peran Perguruan Tinggi sudah mulai harus diarahkan untuk menjawab permasalahan lokal.
Tumbuhnya Perguruan Tinggi di Indonesia memang beriringan dengan munculnya nasionalisme Indonesia yang mau tak mau harus diarahkan pada upaya untuk menyebarkan gagasan kebangsaan yang melampaui lokalitas (kedaerahan). PT juga menjadi begitu politis karena kalangan kampus banyak berdebat tentang bagaimana membangun bangsa dengan ditandai oleh konflik-konflik ideologis. Sayang, banyak PT di Indonesia juga begitu terlenanya untuk memberikan legitimasi ilmiah terhadap fondasi pembangunan yang keropos dengan menegasikan potensi sosio-ekonomi dan politik lokal.
Setelah wacana desentralisasi muncul, kebutuhan untuk membangun dari daerah mulai disadari. Potensi lokal harus mulai digarap secara maksimal untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. Budaya lokal yang positif harus dijaga kelestariannya dan dijadikan aset yang berguna bagi kekayaan daerah. Kebutuhan itu mengundang PT untuk memainkan perannya, melakukan penelitian, mengkonseptualisasi kebijakan yang efektif dan menjawab persoalan.Berbagai persoalan yang ada di daerah juga membutuhkan pemikiran dan rekomendasi-bahkan keterlibatan-dari kalangan PT yang ada di daerah setempat.
Sikap tanggap dan peka akan permasalahan daerah setempat perlu terus dipupuk. Jika di suatu daerah terjadi kemacetan atau penumpukan sampah secara berlebihan, misalnya, perguruan tinggi yang ada di sana perlu memberi rekomendasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selama ini perguruan-perguruan tinggi di Indonesia mampu menghasilkan riset-riset berkualitas tinggi. Selain itu, juga mampu mencetak lulusan-lulusan yang cerdas dan berkualitas. Namun, perguruan tinggi kurang mampu memberi sumbangan bagi pemecahan masalah di daerahnya. Dan mulai sekarang paradigma posisi dan peran PT itu harus diubah. PT harus merasa memiliki dan dimiliki daerahnya, biar pendidikan tidak tercerabut dari akar sosialnya.
Tantangan global
Pesatnya perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu ciri utama perkembangan global di abad 21. Siap atau tidak siap hal itu merupakan satu realitas yang harus dihadapi dengan kualitas sumber daya manusia dengan daya saing unggul. Menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas keberdayaan yang lebih efektif agar mampu mengatasi berbagai tantangan yang timbul.
Dalam era globalisasi setiap orang dituntut untuk mampu mengatasi berbagai masalah yang kompleks sebagai akibat pengaruh perubahan global. Menurut Marquardt (1996) memasuki Abad ke-21 ada empat kecenderungan perubahan yang akan mempengaruhi pola-pola kehidupan yaitu; 1) perubahan lingkungan ekonomi, sosial dan pengetahuan dan teknologi 2) perubahan dalam lingkungan kerja, 3) perubahan dalam harapan pelanggan 4) perubahan harapan para pekerja. Pada tatanan global seluruh umat manusia di dunia dihadapkan pada tantangan yang bersumber dari perkembangan global sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Robert B Tucker (2001) mengidentifikasi adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu 1) kecepatan 2) kenyamanan 3) gelombang generasi 4) pilihan 5) ragam gaya hidup 6) kompetisi harga 7) pertambahan nilai 8) pelayanan pelanggan 9) teknologi sebagai andalan dan 10) jaminan mutu.
Memasuki era baru di abad 21 sistem pendidikan tinggi di Indoensia harus terwujud sedemikian rupa dengan karakteristik antara lain; 1) terkait dengan kebutuhan mahasiswa, prioritas nasional dan pembangunan ekonomi, 2) terstruktur secara efektif sehingga memberi peluang kepada seluruh warga negara untuk mengembangkan potensi pribadi sepanjang hayat dan berkontribusi kepada masyarakat, bangsa dan negara, 3) didukung dengan pendanaan yang memadai sehingga memungkinkan untuk berinovasi dan mencapai keunggulan, 4) melakukan penelitian yang dapat menunjang pembangunan nasional, 5) memiliki akses dalam pengembangan dan penerapan teknologi, 6) berperan sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat demokratis yang madani. Dengan demikian, perguruan tinggi harus memiliki kredibilitas institusional secara utuh dan menyeluruh. Sistem ini harus memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap masyarakat, menunjukkan efisiensi dalam operasionalnya, menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki manajemen internal yang transparan dan memenuhi standar.

C.    Kesimpulan
Perguruan tinggi juga merupakan agen utama pembaharuan dalam kehidupan bernegara, seperti dalam proses pembentukan pemerintah orde baru tahun 1970-an dimana peran nyata yang telah dimainkan kalangan dosen dengan mahasiswa dengan cara-caranya sendiri telah memberikan sumbangan besar bagi pemerintah orde baru.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1990, juga disebutkan tentang tujuan perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan, dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan. Dalam teknologi, kerjasama antara pikiran dengan tangan merupakan alat yang efektif untuk memperoduksi barang. Melalui kerjasama antara pikiran dan tangan, manusia yang tidak lengkap ini mampu bertahan untuk hidup, tidak saja dalam menghadapi binatang buas yang lebih kuat dan secara alamiah lebih diperlengkapi, tetapi juga dalam menghadapi keganasan alam.
Peran Perguruan Tinggi di Indonesia cukup penting dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan masyarakat dan menjadi pemasok SDM yang dibutuhkan bagi berjalannya roda kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Bahkan konsep pembangunan masyarakat juga lahir dari kalangan terdidik yang dihasilkan oleh perguruan tinggi. Lebih jauh lagi, kepemimpinan intelektual dan politik di negeri ini juga lahir dari Perguruan Tinggi. Bagi Indonesia yang telah memasuki fase demokratisasi yang ditandai dengan adanya kebijakan desentralisasi, peran Perguruan Tinggi sudah mulai harus diarahkan untuk menjawab permasalahan lokal.

 
 
DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: RinekaCipta.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Bogor : Ghalia Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009. Tentang Badan Hukum Pendidika.
UU No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, pasal 22.
ht://rizalfreestyler.wordpress.com/2011/02/20/globalisasi-indonesia/.Diunduh pada hari Sabtu, 3 Desember 2016. Pukul 17.00 WIB