FILSAFAT ILMU
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENJAWAB BERBAGAI KRISIS GLOBALISASI DAN ANTISIPASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN IPTEK DEWASA INI
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENJAWAB BERBAGAI KRISIS GLOBALISASI DAN ANTISIPASINYA TERHADAP PERKEMBANGAN IPTEK DEWASA INI
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Suyatno, M.Pd.
Dr. Sugeng Riyadi, M.Pd.
Oleh:
Isya Maulana Kamal 1609057009
Nurul Rahmah 1609057020
Sahrul
Umami 1609057014
Semester
1
PERAN PERGURUAN TINGGI
DALAM MENJAWAB BERBAGAI KRISIS GLOBALISASI DAN ANTISIPASINYA TERHADAP
PERKEMBANGAN IPTEK DEWASA INI
A. LatarBelakang
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam
peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian
dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek
penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru
yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan
kehidupan. Di era globalisasi ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial budaya
pada suatu bangsa. Akhir-akhir ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap
berbagai penyimpangan moral yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia.
Tawuran pelajar, perkelahian antargenk, perilaku seks bebas, gaya hidup tidak beraturan
menjadi beberapa contoh kelunturan moral di kalangan generasi muda kita. Di
kalangan pejabat, praktik korupsi masih merupakan persoalan yang sangat mengerikan
di Indonesia. Masyarakat secara umum pada akhirnya kehilangan rujukan keteladanan,
sehingga krisis moral semakin meluas. Globalisasi ini membawa berbagai
perubahan yang menyentuh pada dasar kehidupan manusia. Perubahan tersebut
disebabkan oleh pelestarian lingkungan hidup serta perjuangan hak asasi manusia
dan penigkatan kualitas hidup serta dapat merusak nilai moral suatu bangsa serta
masih banyak yang lainya seperti terorisme global dan multidimensi krisis, yang
satu Negara tidak dapat mengatasi sendiri karena untuk melakukan hal tersebut perlu
dukungan negara lain. Pendidikan nilai moral merupakan alternatif masalah solusi
yang lokal, regional, nasional, dan internasional di alam. Hal itu, telah menjadi
isu global di beberapa negara (Indonesia, Malaysia, India, dan Cina) dan memiliki
beberapa perbedaan dan persamaan. Hasil perbedaan dari Negara yang
berbeda ideologi. Namun, negara-negara tersebut seperti menekankan nilai
moral pendidikan pada nilai-nilai etika moral, yang terutama pada nilai-nilai
yang berkaitan dengan hak asasi manusia yang bersifat universal dan global.
Konsep pendidikan nilai moral yang
diusulkan oleh Kohlberg dan Miller cenderung individualistik. Oleh karena itu,
kebutuhan untuk menjadi dilengkapi dengan memperhitungkan paradigma yang
diusulkan oleh Capra bahwa manusia hidup dibangun atas dasar pandangan sistemik
dan holistic kehidupan, salah satu yang tidak parsial dan individualistis.
Dalam pelaksanaannya, perlu pendekatan yang tepat dan metode yang relevan dan teknik.
Pendekatan untuk pendidikan nilai moral termasuk menanamkan, pemodelan,
memfasilitasi, dan pendekatan pengembangan keterampilan, dan metode termasuk dogmatis,
metode deduktif, induktif, dan reflektif.
B.
Pembahasan
1.
Perguruan
Tinggi
a.
Defenisi Perguruan Tinggi
Menurut Wikipedia (2012), Perguruan tinggi adalah
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta
didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan
tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
1.
Perguruan tinggi negeri adalah perguruan
tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh negara.
2.
Perguruan tinggi swasta adalah
perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.
Menurut Raillon dalam Syarbaini (2009), perguruan
tinggi adalah sebuah alat kontrol masyarakat dengan tetap terpeliharanya
kebebasan akademis terutama dari campur tangan penguasa. Perguruan tinggi juga
merupakan agen utama pembaharuan dalam kehidupan bernegara, seperti dalam
proses pembentukan pemerintah orde baru tahun 1970-an dimana peran nyata yang
telah dimainkan kalangan dosen dengan mahasiswa dengan cara-caranya sendiri
telah memberikan sumbangan besar bagi pemerintah orde baru.
Menurut Barnet (1992), ada empat pengertian atau
konsep tentang hakikat perguruan tinggi:
1.
Perguruan tinggi sebagai penghasil
tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam pengertian ini
pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa dianggap sebagai
keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam
pasaran kerja, dan keberhasilan itu di ukur dengan tingkat penyerapan lulusan
dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang di ukur juga dengan
tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya.
2.
Perguruan tinggi sebagai lembaga
pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi ditentukan oleh
penampilan/ prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan masukan dan keluaran di
hitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/ penghargaan dari hasil
penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional), atau
jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh lembaganya untuk kegiatan
penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam majalah
ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer group).
3.
Perguruan tinggi sebagai organisasi
pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian ini perguruan tinggi di
anggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang tersedia, jumlah mahasiswa
yang lewat proses pendidikannya (throughput) semakin besar.
4.
Perguruan tinggi sebagai upaya
memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan. Indikator sukses kelembagaan
terletak pada cepatnya pertumbuhan jumlah mahasiswa dan variasi jenis program
yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang besar dan satuan biaya pendidikan
setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan
perguruan tinggi.
b.
Tujuan Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tujuan Pendidikan Tinggi Menurut PP
No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (PT), Pasal 2, adalah:
1.
Menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian.
2.
Mengembangkan dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya
untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan
nasional.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1990, juga
disebutkan tentang tujuan perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut
perguruan tinggi memiliki motto yang dikenal “Tri Darma Perguruan Tinggi” yaitu
pendidikan, penelitian dan pengabdian.
c.
Jalur Pendidikan Tinggi
Struktur pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari 2
jalur pendidikan, yaitu pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang
diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, dan
lebih mengutamakan peningkatan mutu serta memperluas wawasan ilmu pengetahuan.
Pendidikan akademik diselenggarakan oleh sekolah tinggi, institut, dan
universitas.
Pendidikan profesional adalah pendidikan tinggi
yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu, serta mengutamakan
peningkatan kemampuan/ketrampilan kerja atau menekankan pada aplikasi ilmu dan
teknologi. Pendidikan profesional ini diselenggarakan oleh akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Pendidikan akademik menghasilkan lulusan yang
memperoleh gelar akademik dan diselenggarakan melalui program Sarjana
(S1-Strata1) atau program Pasca Sarjana. Program pasca sarjana ini meliputi
program Magister dan program Doktor (S-2 dan S-3).
Pendidikan jalur profesional menghasilkan lulusan yang
memperoleh sebutan profesional yang diselenggarakan melalui program diploma
(D1, D2, D3, D4) atau Spesialis (Sp1, Sp2).
Program pendidikan sarjana dan diploma merupakan
program yang dipersiapkan bagi peserta didik untuk menjadi lulusan yang
berbekal seperangkat kemampuan yang diperlukan untuk mengawali fungsi pada
lingkungan kerja, tanpa harus melalui masa penyesuaian terlalu lama.
Program pendidikan pasca sarjana S-2 (Magister), S-3
(Doktor), dan Spesialis (Sp1, Sp2) merupakan program khusus yang dipersiapkan
untuk kegiatan yang bersifat mandiri. Pendidikan S-2 dan S-3 lebih menekankan
pada penelitian yang mengacu pada kegiatan inovasi, penelitian dan
pengembangan, Sedangkan pendidikan spesialis ditujukan untuk meningkatkan
pelayanan bagi pemakai jasa dalam bidang yang bersifat spesifik.
d.
Jenis-jenis Perguruan Tinggi
Jenis-jenis Perguruan Tinggi menurut Wikipedia (2012),
yaitu:
a.
Universitas
Perguruan
tinggi yang mempunyai program studi beragam dan dikelompokkan dalam
fakultas-fakultas. Fakultas-fakultas yang ada itu dibagi lagi ke dalam beragam
jurusan dan Akutansi, Manajemen dan Studi Pembangunan.
b.
Institut
Perguruan tinggi yang mempunyai program studi dengan
ilmu yang sejenis. Misalnya institut pertanian memiliki program studi
pertanian, peternakan dan kehutanan, atau institut teknologi mengajarkan
beragam ilmu yang berhubungan dengan teknik.
c.
Sekolah Tinggi
Perguruan
tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program profesi sesuai dengan
spesialisasinya. Misalnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi memiliki program profesi
spesialis ekonomi, atau Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia memiliki jurusan
Seni Lukis, Seni Patung, dll.
d.
Akademi dan Politeknik
Institusi
pendidikan tinggi yang hanya menyelenggarakan satu program studi dan lebih
menekankan pada keterampilan praktek kerja dan kemampuan untuk mandiri. Lama
pendidikan tiga tahun dan tidak memberikan gelar. Hanya saja, di politeknik
porsi praktek lebih besar.
2.
Globalisasi
a.
Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu
proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap
individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki
definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses
sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di
dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan
budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah projek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif
atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah
kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya
praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak
berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh
besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang
lain seperti budaya, agama, politik, teknologi informasi, hukum dan pertahanan
keamanan. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan
istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte melihat bahwa ada beberapa
definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·
Internasionalisasi: Globalisasi diartikan
sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara
tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin
tergantung satu sama lain.
·
Liberalisasi: Globalisasi juga
diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan
tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·
Universalisasi: Globalisasi juga
digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke
seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh
dunia.
·
Westernisasi: Westernisasi adalah
salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan
budaya dari barat sehingga mengglobal.
·
Hubungan transplanetari dan
suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas.
Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status
ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi
sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
b.
Sejarah Globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad
ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal
interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak
berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh
ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan
1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri
lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut
untuk berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok
dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di
Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain
meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai
Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan
dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama,
abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran
oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah
pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya
revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai
teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini,
seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di
dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta
pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia
misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka
berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport
dan Exxon dari Amerika Serikat,
Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa
contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi
hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang
dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan
memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan
kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan
diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan
teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun
mulai kabur.
c.
Ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya
fenomena globalisasi di dunia.
·
Perubahan dalam Konstantin ruang
dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi
satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian
cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita
merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
·
Pasar dan produksi ekonomi di
negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari
pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan
multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
·
Peningkatan interaksi kultural
melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi
berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan
mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka
ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
·
Meningkatnya masalah bersama,
misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional
dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa
kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah
satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri
kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali
yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan
ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter
Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
d.
Teori Globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi,
terdapat tiga posisi teoretis yang dapat dilihat, yaitu:
·
Para globalis percaya bahwa
globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap
bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa
negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi
global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat
sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
·
Para globalis positif dan
optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa
globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung
jawab.
·
Para globalis pesimis berpendapat
bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya
adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah
bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar
dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang
globalisasi (antiglobalisasi).
·
Para tradisionalis tidak percaya
bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah
sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka
merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama
ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap
lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
·
Para transformasionalis berada di
antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh
globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka
juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini.
Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai
“seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah
kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung”. Mereka menyatakan
bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau,
setidaknya, dapat dikendalikan.
e.
Dampak Globalisasi
1)
Dampak globalisasi dalam bidang
ekonomi, antara lain:
Globalisasi dan liberalisme pasar telah menawarkan alternatif bagi
pencapaian standar hidup yang lebih tinggi. Semakin melebarnya ketimpangan
distribusi pendapatan antarnegara-negara kaya dengan negara-negara miskin.
Munculnya perusahaan-perusahaan multinasional dan transnasional. Membuka
peluang terjadinya penumpukan kekayaan dan monopoli usaha dan kekuasaan politik
pada segelintir orang. Munculnya lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti Bank
Dunia, Dana Moneter Internasional, WTO.
2)
Dampak Globalisasi dalam bidang
Sosial Budaya:
Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam
masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang.
Menjamurnya produksi film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD.
3) Dampak
globalisasi terhadap pendidikan:
· Semakin
mudahnya akses informasi.
· Globalisasi
dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar.
· Globalisasi
akan membawa dunia pendidikan Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara
lain.
· Globalisasi
akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing.
· Adanya
perubahan struktur dan sistem pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
4)
Dampak Globalisasi dalam bidang
Politik
Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses
pembangunan. Para pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang
mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi.
Timbulnya gelombang demokratisasi (dambaan akan kebebasan).
5)
Dampak globalisasi dalam bidang
Hukum Pertahanan dan Keamanan
·
Menguatnya supremasi hukum,
demokratisasi dan tuntutan dilaksanakannya HAM
·
Menguatnya regulasi hokum dan
pembuatan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan rakyat.
·
Aparat hukum dituntut lebih
professional, transparan dan akuntabel.
3.
Teknologi
Yang
dimaksud dengan teknologi adalah penggunaan yang efisien dari ilmu,
keterampilan, dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan. Dalam
teknologi, kerjasama antara pikiran dengan tangan merupakan alat yang efektif
untuk memperoduksi barang. Melalui kerjasama antara pikiran dan tangan, manusia
yang tidak lengkap ini mampu bertahan untuk hidup, tidak saja dalam menghadapi
binatang buas yang lebih kuat dan secara alamiah lebih diperlengkapi, tetapi
juga dalam menghadapi keganasan alam. Untuk mempertahankan diri terhadap
binatang buas misalnya, manusia primitive menbuat senjata. Sedangkan untuk
mempertahankan diri terhadap perubahan cuaca, mereka membuat baju, tempat
tinggal, membuat api, dan lain-lain. Melalui teknologi orang telah mampu
memperluas jangkauannya dengan membuat gerobak, kapal, mobil, kapal terbang.
Disamping memperkuat dan memperluas jangkauan tangan, teknologi mampu juga
menyempurnakan organ-organ tubuh lainnya. Alat-alat optic misalnya, mampu
membantu mata melihat benda-benda yang sangat kecil atau yang terletak sangat
jauh. Telpon dan radio mampu meningkatkan kemampuan manusia dalam mendengar dan
computer dalam berpikir.
Bila
dipandang secara keseluruhan maka perkembangan teknologi menunjukan kemajuan
yang terus menerus. Pada tahap pertama perkembangan kebudayaan, teknologi baru
membantu pekerjaan yang dilakukan dengan tangan manusia. Kemudian dengan
digunakannya binatang, roda, dan as, setahap demi setahap tenaga alam
mengantikan tenaga manusia. Mesin-mesin makin lama makin disempurnakan dan
menjadi lebih kuat sesai dengan adanya perkembangan di bidang tenaga uap,
tenaga listrik dan tenaga nuklir. Sejalan dengan perubahan setahap demi setahap
dari penggunaan secara langsung tangan manusia pada alat-alat dan mesin maka
terjadi pula perubahan dari penggunaan hasil alam secara langsung kepada
penggunaan bahan-bahan sintesis hasil teknologi.
Sekarang
kemajuan telnologi sudah sampai pada pengembangan otomatisasi. Masalahnya sudah
bukan lagi pada peningkatan kemampuan organ-organ tubuh manusia, akan tetapi
sudah sampai pada meniru perbuatan manusia sebagai suatu sistem tertutup. Dalam
otomatisasi, mesin mengambil alih segala pekerjaan yang tadinya dilakukan
manusia.
Kemajuan
teknologi ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan
individual, sosial, dan kebudayaan. Dengan adanya peningkatan produksi yang
tinggi maka berbagai macam kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan lebih baik.
Tetapi di lain pihak teknologi cenderung membuat manusia menjadi suatu unit
yang abstrak dalam hubungan yang abstrak dari suatu masyarakat dan kebudayaan
teknologi. Jadi, inti dari maslah kehidupan modern adalah proses menjadi
abstrak, yang dapat melemahkan kehidupan pribadi dan hubungan sosial.
Kepribadian kehilangan perasaan aman, dan dalam kehidupan sosial, perasaan
setia kawan menjadi berkurang.
Teknologi,
pada dasarnya adalah suatu hasil dari proses evaluasi secara teoritis dan
ekonomis. Proses evaluasi secara teoritis menghasilkan pengetahuan yang
diperlukan tentang alam. Sedangkan proses evaluasi secara ekonomis memungkinkan
adanya efisiensi dalam pembuatan banda-benda berdasarkan pengetahuan teoretis.
Karena itu, prestasi terbesar dari teknologi adalah dalam lingkungan kehidupan
ekonomi, yaitu dalam menghasilkan benda-benda ekonomi. Akan tetapi, tentu saja
masalah efisiensi ini juga penting pada benda-benda kebudayaan lainnya.
Teknologi
tidaklah hanya menjangkau benda-benda yang bersifat materi saja. Teknologi
dapat juga menjangkau ruang lingkup benda-benda nonmateri, seperti konsep, ide,
gagasan, cita-cita, norma, dan sebagainya. Dalam ruang lingkup benda-benda non
materi, peranan benda-benda instrument seperti isyarat dan symbol sangatlah
penting. Bahasa merupakan suatu sistem dari symbol.
Baik
pengetahuan filsafat maupun pengetahuam ilmu tidak dapat menjawab seluruh
permasalahan manusia dengan tuntas, atau kebenarannya karena berisfat nisbi
(relatif). Apabila kita ingin memperoleh jawaban yang tuntas dari segala
permasalahan hidup dan kehidupan manusia maka kita harus mengejar jenis
pengetahuan yang terakhir, ialah pengetahuan agama, yang memiliki kebenaran
yang mutlak (absolut), karena bersumber dari yang Mahamutlak, Mahabenar,
Mahabijaksana, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.
4.
Implikasi Peran Perguruan Tinggi
Peran Perguruan Tinggi di Indonesia cukup penting dalam memberikan
kontribusi bagi pembangunan masyarakat dan menjadi pemasok SDM yang dibutuhkan
bagi berjalannya roda kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Bahkan konsep
pembangunan masyarakat juga lahir dari kalangan terdidik yang dihasilkan oleh
perguruan tinggi. Lebih jauh lagi, kepemimpinan intelektual dan politik di
negeri ini juga lahir dari Perguruan Tinggi. Bagi Indonesia yang telah memasuki
fase demokratisasi yang ditandai dengan adanya kebijakan desentralisasi, peran
Perguruan Tinggi sudah mulai harus diarahkan untuk menjawab permasalahan lokal.
Tumbuhnya Perguruan Tinggi di Indonesia memang beriringan dengan
munculnya nasionalisme Indonesia yang mau tak mau harus diarahkan pada upaya
untuk menyebarkan gagasan kebangsaan yang melampaui lokalitas (kedaerahan). PT
juga menjadi begitu politis karena kalangan kampus banyak berdebat tentang
bagaimana membangun bangsa dengan ditandai oleh konflik-konflik ideologis.
Sayang, banyak PT di Indonesia juga begitu terlenanya untuk memberikan
legitimasi ilmiah terhadap fondasi pembangunan yang keropos dengan menegasikan
potensi sosio-ekonomi dan politik lokal.
Setelah wacana desentralisasi muncul, kebutuhan untuk membangun dari
daerah mulai disadari. Potensi lokal harus mulai digarap secara maksimal untuk
memenuhi kesejahteraan masyarakat. Budaya lokal yang positif harus dijaga
kelestariannya dan dijadikan aset yang berguna bagi kekayaan daerah. Kebutuhan
itu mengundang PT untuk memainkan perannya, melakukan penelitian,
mengkonseptualisasi kebijakan yang efektif dan menjawab persoalan.Berbagai
persoalan yang ada di daerah juga membutuhkan pemikiran dan rekomendasi-bahkan
keterlibatan-dari kalangan PT yang ada di daerah setempat.
Sikap tanggap dan peka akan permasalahan daerah setempat perlu terus
dipupuk. Jika di suatu daerah terjadi kemacetan atau penumpukan sampah secara
berlebihan, misalnya, perguruan tinggi yang ada di sana perlu memberi
rekomendasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selama ini perguruan-perguruan
tinggi di Indonesia mampu menghasilkan riset-riset berkualitas tinggi. Selain
itu, juga mampu mencetak lulusan-lulusan yang cerdas dan berkualitas. Namun,
perguruan tinggi kurang mampu memberi sumbangan bagi pemecahan masalah di
daerahnya. Dan mulai sekarang paradigma posisi dan peran PT itu harus diubah.
PT harus merasa memiliki dan dimiliki daerahnya, biar pendidikan tidak
tercerabut dari akar sosialnya.
Tantangan global
Pesatnya perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu ciri
utama perkembangan global di abad 21. Siap atau tidak siap hal itu merupakan
satu realitas yang harus dihadapi dengan kualitas sumber daya manusia dengan
daya saing unggul. Menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi diperlukan
sumber daya manusia yang memiliki kualitas keberdayaan yang lebih efektif agar
mampu mengatasi berbagai tantangan yang timbul.
Dalam era globalisasi setiap orang dituntut untuk mampu mengatasi
berbagai masalah yang kompleks sebagai akibat pengaruh perubahan global.
Menurut Marquardt (1996) memasuki Abad ke-21 ada empat kecenderungan perubahan
yang akan mempengaruhi pola-pola kehidupan yaitu; 1) perubahan lingkungan
ekonomi, sosial dan pengetahuan dan teknologi 2) perubahan dalam lingkungan
kerja, 3) perubahan dalam harapan pelanggan 4) perubahan harapan para pekerja.
Pada tatanan global seluruh umat manusia di dunia dihadapkan pada tantangan
yang bersumber dari perkembangan global sebagai akibat pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Robert B Tucker (2001) mengidentifikasi
adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu 1) kecepatan 2) kenyamanan 3)
gelombang generasi 4) pilihan 5) ragam gaya hidup 6) kompetisi harga 7)
pertambahan nilai 8) pelayanan pelanggan 9) teknologi sebagai andalan dan 10)
jaminan mutu.
Memasuki era baru di abad 21 sistem pendidikan tinggi di Indoensia
harus terwujud sedemikian rupa dengan karakteristik antara lain; 1) terkait
dengan kebutuhan mahasiswa, prioritas nasional dan pembangunan ekonomi, 2)
terstruktur secara efektif sehingga memberi peluang kepada seluruh warga negara
untuk mengembangkan potensi pribadi sepanjang hayat dan berkontribusi kepada
masyarakat, bangsa dan negara, 3) didukung dengan pendanaan yang memadai
sehingga memungkinkan untuk berinovasi dan mencapai keunggulan, 4) melakukan
penelitian yang dapat menunjang pembangunan nasional, 5) memiliki akses dalam
pengembangan dan penerapan teknologi, 6) berperan sebagai kekuatan moral dalam
mewujudkan masyarakat demokratis yang madani. Dengan demikian, perguruan tinggi
harus memiliki kredibilitas institusional secara utuh dan menyeluruh. Sistem
ini harus memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap masyarakat, menunjukkan
efisiensi dalam operasionalnya, menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki
manajemen internal yang transparan dan memenuhi standar.
C. Kesimpulan
Perguruan
tinggi juga merupakan agen utama pembaharuan dalam kehidupan bernegara, seperti
dalam proses pembentukan pemerintah orde baru tahun 1970-an dimana peran nyata
yang telah dimainkan kalangan dosen dengan mahasiswa dengan cara-caranya
sendiri telah memberikan sumbangan besar bagi pemerintah orde baru.
Dalam
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1990, juga disebutkan tentang tujuan
perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta
menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kehidupan nasional.
Globalisasi
adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu
tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
teknologi
adalah penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan, dan bahan untuk
memproduksi benda-benda kebudayaan. Dalam teknologi, kerjasama antara pikiran
dengan tangan merupakan alat yang efektif untuk memperoduksi barang. Melalui
kerjasama antara pikiran dan tangan, manusia yang tidak lengkap ini mampu
bertahan untuk hidup, tidak saja dalam menghadapi binatang buas yang lebih kuat
dan secara alamiah lebih diperlengkapi, tetapi juga dalam menghadapi keganasan
alam.
Peran
Perguruan Tinggi di Indonesia cukup penting dalam memberikan kontribusi bagi
pembangunan masyarakat dan menjadi pemasok SDM yang dibutuhkan bagi berjalannya
roda kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Bahkan konsep pembangunan
masyarakat juga lahir dari kalangan terdidik yang dihasilkan oleh perguruan
tinggi. Lebih jauh lagi, kepemimpinan intelektual dan politik di negeri ini
juga lahir dari Perguruan Tinggi. Bagi Indonesia yang telah memasuki fase
demokratisasi yang ditandai dengan adanya kebijakan desentralisasi, peran
Perguruan Tinggi sudah mulai harus diarahkan untuk menjawab permasalahan lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu.
Jakarta: RinekaCipta.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat
Ilmu dan Teknologi. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Syarbaini,
Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009. Tentang Badan Hukum Pendidika.
UU No. 22
tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, pasal 22.
http ://auliarahmah-pamungkas.blogspot.co.id/2013/10/globalisasi-dan-pengaruhnya-dalam.html. Diunduh pada hari
Sabtu, 3 Desember 2016. Pukul 16.30 WIB
ht://rizalfreestyler.wordpress.com/2011/02/20/globalisasi-indonesia/.Diunduh
pada hari Sabtu, 3 Desember 2016. Pukul 17.00 WIB